Ada yang heran kenapa disebut traveling terselubung?
Jadi, sebenernya perjalanan ini dalam rangka kerja, menghadiri seminar di Malang. Eh ternyata dapat bonus. Bonusnya, jalan-jalan ke sekitaran Bromo. Horeee!!!
Oleh karena dalam rangka kerja, dapetlah transportasi yang nyaman. Dibolehin naek pesawat pakai mmaskapai Garuda Indonesia. Sayangnya, apa? Tiket berangkat Jakarta-Malang kehabisan. Terpaksa lah naek Citilink ke Malangnya.
Sebelumnya, saya emang udah pernah punya pengalaman naik maskapai murah. Maksudnya, lebih murah dibanding Garuda Indonesia. Pengalaman itu bikin saya ga masalah naik Citilink, toh pulangnya pakai Garuda Indonesia, saya pikir.
Saya memang terbiasa untuk ga makan kalau mau naik pesawat. Saya takut mual dan jadi mudah mabok kalau perut terisi makanan. Jadi hari itu, meskipun agak lapar, saya putuskan ga sarapan, dengan harapan perjalanan mulus dan setibanya di Malang bisa sarapan.
Sampai saat ini, saya memang masih suka deg-degan kalau pesawat mau take off. Mulut nih rasanya otomatis jadi komat kamit baca doa kalau sudah ada pengumuman take off. Alhamdulillah lancar. Haha, saya bercerita seolah-olah baru pertama kali naik pesawat ya? Padahal sih itu bukan untuk pertama kalinya, tapi entah kenapa sampai sekarang saya belum juga terbiasa dengan take off dan landing juga saat terjadi turbulensi, meskipun cuma guncangan kecil.
Jarak Jakarta-Malang yang tidak terlalu jauh ditempuh dengan pesawat, membuat rasanya cepat sekali sampai. Pilot sudah mengumumkan bahwa pesawat akan landing. Komat kamit lah saya dengan otomatis. Dan kali itu, landing pertama kali yang saya alami dengan begitu gelisah.
Biasanya, kalau saya perhatikan, setiap kali pesawat akan landing, maka pilot akan membuat landing perlahan dengan memiringkan pesawat ke kanan dan ke kiri. Tapi kali itu tidak, rasanya seperti naik wahana Histeria yang ada di Dunia Fantasi. Seperti diturunkan tiba-tiba secara vertikal dengan cepat dari ketinggian sekian, sampai terasa geli-geli aneh di perut saya. Oke, saya mulai pusing dan khawatir akan segera mual. Syukurlah, adegan itu segera berakhir meski landing terasa jadi sangat lama sekali. Turun lah saya dari pesawat dengan kepala seakan berputar-putar. Pusing sekali. Mungkin itu yang disebut Jetlag. Alhamdulillahnya, saya tidak sampai mabuk meskipun di tenggorokan mulai terasa aneh.
Hari pertama dan kedua, dari pagi hingga sore, kegiatan hanya diisi dengan seminar. Tidak ada yang menarik, meskipun topik pembahasannya menarik. Kok bisa? Entah lah.
Di malam hari saya dan seorang kawan yang juga menghadiri acara itu sempat sedikit menjajaki jalanan Malang dengan motor sewaan. Kalau saja hujan tak datang setiap kali kami akan keluar, atau pun kalau harus hujan hanya sebentar saja mungkin banyak tempat yang bisa kami kunjungi. Apa boleh buat kalau bisanya cuma mampir di warung bakso pinggir jalan dan cobain Bakso Cak Malang yang sebenernya juga ada di Jakarta.
Hari ketiga, jalan-jalan! Kemana?? BROMO!!
Para peserta diminta berkumpul sekitar pukul sebelas malam, namun baru berangkat sekitar pukul dua belas malam. Dengan bis, kami dikumpulkan di suatu tempat yang sudah terparkir berpuluh mobil jeep. Pembagian jeep selesai, kami ke Bromo dengan jeep pagi buta.
Susah rasanya menahan kencing kalau sedang begitu. Jalan yang dilalui begitu gelap, dan jarang ditemui rumah penduduk disana, apalagi toilet umum. Hanya dikelilingi hutan yang nampaknya seram. Saya harus menahan kecing berjam-jam sampai-sampai terasa agak sakit. Apa boleh buat, karena jeep yang kami tumpangi diharuskan untuk terus beriring, tidak berhenti dan terpisah jauh.
Begitu ada toilet umum, saya lantas mengingatkan sopir jeep lagi bahwa saya sudah cukup lama menahan kencing dan memintanya berhenti. Jeep berhenti, saya keluar mobil terburu-buru. Sayangnya, tidak semudah itu buang air kecil. Antrian toilet panjang sekali. Dan anehnya, semua yang mengantri adalah perempuan!
Lepas buang air kecil, kami melanjutkan perjalanan. Kami dikumpulkan disebuah tempat di subuh hari untuk menikmati sunrise. Dan kami disana sampai pagi dan terang menjelang.
Sudah cukup terang untuk melanjutkan perjalanan, kami pun diantar menuju bukit pasir dan gunung batok.
Setelah, puas bernarsis ria di bukit pasir kami pun diajak melihat cantiknya padang savana disana. Saya sempat mencoba naik kuda. Rp 50.000 per jam nya, sayangnya belum juga lima menit saya menikmati berkeliling padang savana, sudah diminta kembali berkumpul ke mobil dan pulang. sayang deh lima puluh ribunya.
Kalau bukan sudah berkali-kali diingatkan sudah waktunya pulang, rasanya masih ingin berlama-lama disana. Jikapun sang supir berkenan kami beri tips, dengan kompensasi bisa berlama-lama disana dan diantar ke sudut lain Bromo, pasti saya juga rela mengeluarkan kocek lebih banyak. sayang sekali, Pak sopirnya taat aturan panitia, kami pun langsung dibawa ke tempat penjemputan untuk selanjutnya diantar dengan bis menuju penginapan.
Ah..andai bisa suatu hari kembali kesana, saya akan nikmati salah satu pemandangan Indonesia yang luar biasa itu dengan sepuas-puasnya. Kalau perlu, akan saya jepret dengan sedetail mungkin keelokan alam disana, gak sekedar narsis ria, hehe. Semoga saja ya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar