Senin, 13 Oktober 2014

# Short Story

This Is Why We Call Them "Meong" Part III

Cerita lalu :
Mawar berhasil keluar dari desanya. Dia berusaha mendekati pusat kota daerah yang baru saja ia jamahi.


Meong

Letih berjalan cukup lama, Mawar duduk pada kursi kayu sebuah taman dengan pohon yang rindang, menikmati silir angin dan bunyi gemercik air di siang hari dari kolam ikan. 

Mawar menemukan bilah bambu yang tertancap pada sebuah batang pohon besar. Dari sana terlihat air mengalir begitu jernih dan menggiurkan, tanpa pikir panjang Mawar mendekatinya dan meneguknya dengan membuka mulut lebar-lebar di ujung bilah bambu yang mengucurkan air jatuh ke bawah.


"Hai! kamu haus ya?"
Mawar menoleh ke kanan, tak ada siapa pun. Ia menoleh ke kiri juga tak ada siapa pun. "Mungkin aku salanh dengar", gumamnya lirih sembari kembali berusaha membuka mulutnya lebar-lebar, agar air yang mengalir pada bilah bambu tepat jatug ke dalam mulutnya.
"Berhenti minum dari situ! Airnya kotor."
Mawar kembali menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak juga ia jumpai siappapun di sana. Ia pun menoleh ke belakang, hanya ada seekor kucing rumahan di sana. Ia pun merasa heran, darimana suara itu berasal.

Sebelum sempat membalikan badannya lagi untuk kembali meneguk air, kucing rumahan gemuk berbulu keoranyean, berlari cepat, menangkap kaki kanannya, seperti tengah mendekat. Mawar mengayun-ayunkan kaki kanannya pelan supaya si kucing melepaskan kakinya, namun upayanya tak berhasil. Ia pun mengangkat si kucing dan menggendongnya selayaknya menggendong seorang bayi mungil di tangannya.

"Tampaknya kamu orang baik"
Mawar menjerit sejadi-jadinya. Ia pun melepar kucing yang digendongnya. rasanya mustahil, seekor kucing bicara padanya. Kali ini benar-benar bicara layaknya manusia.

"Kenalkan, Mechelle," ujar sang kucing."
"Aaaku Maa War," balas Mawar terbata-bata masih menyimpan takut.
"Tak perlu takut, ayo ikut ke rumahku," ajak Mechelle pada Mawar. Dengan ragu, Mawar pun mengangguk dan mengikuti langkah kaki Mechelle. Mawar takut namun ia ingin tau. rasa penasaran selalu menyemangatinya untuk lebih berani, sampai tak terasa tiba lah Mawar di rumah Mechelle yang mewah seperti istana.

Setelah disuguhi beberapa makanan dan minuman, Mawar pun memberanikan diri bertanya.
"Sebenarnya, kamu siapa? Mengapa seekor kucing dapat bicara dan tinggal di rumah mewah layaknya manusia?"
"Aku Mechelle. Aku tinggal berdua dengan suamiku Michael. Tapi ia sedang bekerja sekarang. Ya, kami kucing yang bisa bicara."
"Kenapa bisa begitu?" tanya Mawar semakin penasaran.
"Kamu sungguh tak tahu?"
Mawar menggelengkan kepalanya, lalu terdiam menunggu penjelasan berikutnya.
"Dahulu kala, tempat ini didiami oleh manusia, sampai akhirnya mereka semua menghilang dan kami, si kucing bicara, di tempatkan disini dan hidup layaknya manusia."
"Mereka menghilang kemana?"
"Aku sendiri tak tahu. Kalau menurut gosip, sang inventor menempatkan mereka di suatu tempat yang taka jauh dari sini."
"Siapa itu invetor?"
"Inventor adalah seseorang yang membuat kami berbicara setelah bertahun-tahun melakukan tahapan percobaan pada kami"

Mawar bingung. Ia tidak mengerti. Michelle membaca raut kebingungan Mawar dan menjelaskannya lebih setail lagi.

"Dulu aku, Michael dan beberapa ekor kucing di sini ditempatakan dalam sebung tabung kaca besar. Sang inventor kemudian memaksa kami memakan sesuatu, setelah makan makanan itu, kami semua jatuh pingsan. Esok harinya, kami terbangun di tempat ini dan bisa berbicara layaknya manusia. Di tengah-tengah kebingungan, kami berusaha menjalani hidup sewajar mungkin sampai akhirnya terciptalah seperti sekarang ini, sebuah peradaban kucing yang maju layaknya peradaban manusia. Sayangnya,...." Penjelasa Mechelle terputus. Wajahnya berubah sendu. Ia seperti akan menangis.

"Apa yang membuatmu berwajah sendu?" tanya Mawar berhati-hati.
"Sayangnya, anakku tak bisa merasakan peradaban ini bersama kami. Sewaktu kami masih di tabung kaca, aku sempat melahirkan seekor kucing cantik dan mungil. Namun, keesokan harinya saat kami semua tersadar ada di tempat ini, aku pun tersadar, hanya anakku, satu-satunya kucing dalam tabung kaca yang tak ada di sini."
"Siapa nama anakmu?"
"Kami tak sempat memberinya nama, karena tak lama setelah aku melahirkan, kami dipaksan makan makanan yang kuceritakan tadi," ujar Mechelle sedih. Air matanya mengalir layaknya manusia yang sedang bersedih menahan rindu, kecewa dan marah.
"Aku jadi teringat kucingku," celetuk Mawar tak sengaja.
"Maksudmu??"
"Aku memelihara seekor kucing sejak kecil. Kuberi nama dia Meong. Karena aku hanya seorang diri, Meong sudah kuanggap seperti saudara kandungku meski dia tak bisa berbicara sepertimu. Tapi karena aku sudah cukup lama dengannya, aku mengerti perkataannya."
"Dimana dia sekarang?"
"Ada di rumahku. Karena perjalanan yang kutempuh sangat melelahkan maka tak kuijinkan dia ikut denganku. Tapi aku berjanji segera kembali setelah berhasil keluar dari desa."
"Dimana desamu?"
"Sebenarnya tak jauh dari sini hanya saja aku sampai berputar-putar jalan sampai akhirnya bisa ke sini"
"Apa kau melewati gapura di ujung bukit itu?" tanya Mechele sembari menunjuk keluar jendela. Mawar mengangguk. Mechelle menganga. "Jadi benar rupanya."
"Apanya yang benar?"
"Ada yang bilang bahwa gapura itu menghubungkan kami dengan suatu tempat, tapi tak ada yang berhasil melewatinya. Setiap orang yang melewatinya, kembali masuk ke tempat ini."
"Aku juga mengalaminya. sampai lima kali berputar, baru lah kusadari ada sebuah batu di sana. Batu itu hanya ada ketika aku sudah memutari jalan untuk ketiga dan kelima kalinya. Ketika aku geser batu itu, gapura itu nampak seperti fatamorgana, lalu aku melewatinya dan sampailah aku di sini."

Penjelasan Mawar membuat Mechelle ingin tahu tempat apa yang sebenarnya ia diami.
"Besok, ajak aku ke rumahmu!" tukas Mechelle dengan semangat yang membara. Mawar mengangguk.

Keesokan harinya, Mechelle dan Mawar pergi ke bukit untuk melewati gapura itu dan berkunjung ke rumah Mawar. Michael pun ikut serta karena rasa ingin tahu yang sama. Beberapa jam kemudian sampai lah mereka di rumah Mawar.

Meong sedang tertidur ketika Mawar datang. namun bau tubuh mawar yang tak asing baginya membangunkannya dari mimpi indah. Meong berlari ke depan pintu menyambut Mawar. Mawar membelainya dan memberikan sepotong daging pada Meong. Meong senang sekali.

Mechelle dan Michael terkejut ketika menyadari anaknya masih hidup. Mechelle menagis dan Michael segera berlari dan mendekap anaknya. Meong mengerang ketakutan dan marah, sampai-sampai ia menggigit tangan Michael.

"Mawar, dia anak kami!" ujar Michael pada Mawar dengan lantang.
"Apa kau yakin? Bagaimana mungkin?"
"Aku sangat yakin, aku yang melahirkannya aku tahu betul anaku meski hanya melihatnya untuk sekejap. Aku tak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi dia anak kami," sahut Mechelle.
Dengan segera Mawar mendekap Meong erat. Dia kawatir Mechelle dan Michael akan memisahkan dia dengan Meong, saudara satu-satunya yang ia miliki.
"Nak..aku ayahmu, kemarilah.." ujar Michael penuh kasih. Meong tak mengerti. Meong menyembunyikan kepalanya ke dalam dada mawar, ia ketakutan.
"Meong tak bisa bicara, ia tak kan mengerti omonganmu. Biarlah dia denganku." ujar Mawar tegas.
"Tolonglah Mawar, kami sudah terpisah begitu lama. Terima kasih kau telah menjaganya selama ini, mulai saat ini biarkan kami yang merawatnya." ucap Mechelle memohon.
"Aku tak mau. Dia satu-satunya yang kumiliki saat ini. Jangan pisahkan kami!" Mawar menjawab dengan gusar dan sedikit berteriak. Ia mendekap erat Meong, khawatir Mechelle dan Michael akan mengambilnya.

Kekhawatirannya terjadi. Michael menarik paksa Meong dari dekapan Mawar. Mawar kewalahan. Kini Meong sudah ada di tangan Michael.

"Meong katakan sesuatu, pilih lah kau mau ikut dengan siapa, jangan diam saja, beranikan dirimu!!" teriak Mawar pada Meong yang mulai menjauh karena Michael dan Mechelle membawa pergi. Mawar berusaha mengejar namun Michael berlari cepat sekali. Mechelle berada persis di belakang Michael ketika sampai di gapura yang memisahkan dunia mereka.

"Kumohon Mechelle..tidak dengan cara begini..kumohon.." jerit Mawar sembari terisak.
"Kau tahu?? Bisa saja sang inventor adalah manusia, sama sepertimu! Sudah seharusnya kami tak percaya padamu!" jerit Mechelle lebih galak.
"Meong..katakan lah sesuatu kumohon!"

Nampak dari kejauhan Mechelle mengambil batu di pojok gapura yang menjadi kunci terbukanya gerbang dunianya dengan dunia Mawar. Michael dan Mechelle menlangkah pergi dengan membawa Meong dan batu itu. Sebelum lenyap dari gerbang yang nampak fatamorgana itu Meong seperti hendak berkata sesuatu. Belum selesai menyelesaikan kalimatnya, ia sudah menghilang. Meong berkata "Meong ingin dengan Mawar!" Namun yang terdengar oleh Mawar hanyalah, kata "Meong..!!" dan eramannya.

Mawar menangis sejadi-jadinya. Ia merasa sebatang kara, kini. Tetangga yang menyaksikan peristiwa itu memilih diam saja. Namun diam-diam semua warga di desa Mawar mengenang terus kejadian itu. Kisah Mawar dan Meong diceritakan turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Hingga akhirnya, terbiasa lah manusia memanggil seekor kucing dengan panggilan Meow atau Meong.

***


Alhamdulillah akhirnya, berhasil juga saya selesaikan dongeng asal-asalan yang saya karang dengan sesuka-suka hati ini. :D 
Semoga menghibur ya... :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar