Beberapa hari yang lalu saya dan suami mengajukan cuti kerja. Kami pergi ke Bandung dan jalan-jalan di sana. Perjalanan ini bukan tanpa maksud. Perjalanan ini sudah sangat saya inginkan karena tekanan pekerjaan yang belakangan ini sedang sangat bikin stres.
Kami pergi hari Minggu pagi sekitar pukul sembilan. Niatnya supaya jalannan lebih lenggang. Alhamdulillah memang lebih lenggang dan gak macet. Sekitar pukul dua belas lebih kami sampai di Oak Tree Premier Hotel Bandung. Syukur lah sudah bisa check in.
Saya menginap di Oak Tree bukan tanpa pertimbangan sebelumnya. Dua hari sebelum ke Bandung saya cermati baik-baik agoda.com, pegipegi.com, dan airbnb. Dengan banyak pertimbangan, salah diantaranya lokasi, harga, fasilitas, dan ulasan orang-orang, akhirnya saya putuskan book hotel via agoda di Oak Tree Premier Hotel Bandung.
Di pintu masuk hotel, Oak Tree Premier Hotel nampak biasa saja. Tidak terlihat stunning tapi juga tidak terkesan hotel murahan. Yang pertama jadi catatan adalah minimnya lahan parkir. Tetapi yang bikin tenang adalah security hotel yang membantu kami memarkirkan mobil dengan hati-hati. Jadi gak parno sendiri.
Setelah check in dan taruh barang-barang, terbit malas dan bergemuruh lah keinginan leyeh-leyeh di kasur. 😁 Untungnya Tuhan mengingatkan kami untuk gak boleh malas dengan menggencarkan rasa lapar di perut suami. Jadi lah kami hunting makanan enak di Bandung. Aseek..
Siang itu kami pergi ke Karnivor Restaurant di Jl. RE Martadinata No 127 Cihapit Bandung. Restauran steak ini konsepnya lucu sekaligus hemat listrik. Saya merasa seperti di dalam kandang kuda dengan pencahayaan seadanya saat berada di sana. Pengalaman ini membuat saya sadar betapa orang Bandung kaya akan ide konsep sebuah restauran. Karena setelah makan di sini pun, sempat beberapa kali mengunjungi tempat-tempat makan di Bandung dan saya lihat konsepnya unik-unik. Tiap tempat punya cirinya masing-masing.
Di Karnivor Restaurant menu utamanya steak. Setelah kami coba cicip, rasa steak-nya enak dan kematangannya pas. Sayangnya dari waktu order sampai dengan makanan disuguhkan cukup bikin bosan karena memkan waktu lama. Untungnya sih, sebagian besar menu steak-nya disajikan dengan kentang. Jadi saat kalap karena kelaperan, perut terpuaskan dengan porsi yang bikin kenyang.
Dari Karnivor, kami balik lagi ke hotel untuk mandi dan istirahat sebentar. Setelah mandi dan puas guling-guling di kasur yang ternyata bukan kasur ukuran king tapi dua kasur ukuran single yang dipepetin jadi satu, suami kepingin ke Takolada dengan jalan kaki. Saya, si badan emak-emak ini protes. Bukan karena keinginan ke Takolada-nya tapi karena suami bulat, utuh, penuh, kepinginnya jalan kaki aja. Gak nge-GRAB/UBER ataupun ngojek online. Dengan penekanan "deket kok sayang", saya pun mau sembari was was karena jalanan yang sepi dan agak gelap. Takuutt.
Well, sebenernya dari Oak Tree Premier Hotel ke Takolada memang deket tapi jalanannya lumayan gelap dan sepi, jadi ya gak salah ya kalau parno karena bisa jadi rawan tindakan kriminal. Tapi alhamdulillah sih kami selamat sampai di Takolada.
Pas mau pesen makanan, saya baru sadar ternyata di sana sebagian besar menu yang disediakan adalah cemilan, seperti takoyaki beraneka topping dan macam-macam es krim. Karena udah mentok mau ngapain lagi dan menu nya pun gak cukup bisa dieksplore untuk bisa disebut wisata kuliner, suami akhirnya pesen Grab Car dan kami minta diantar ke Braga.
Pas mau pesen makanan, saya baru sadar ternyata di sana sebagian besar menu yang disediakan adalah cemilan, seperti takoyaki beraneka topping dan macam-macam es krim. Karena udah mentok mau ngapain lagi dan menu nya pun gak cukup bisa dieksplore untuk bisa disebut wisata kuliner, suami akhirnya pesen Grab Car dan kami minta diantar ke Braga.
Abang supir Grab Car yang kelihatannya masih mahasiswa dan jauh lebih muda dari sepasang suami istri ini sempet nanya, "Braga nya mananya?" Dan kami bingung karena emang gak ada tujuan. Jadi waktu babang supir nurunin di satu sudut Braga, kami gak protes. Dan kami pun jalan-jalan sepanjang Braga. Eh kok ya banyak restauran sama tempat makan yang unyu unyu gitu.. Pengen cobain tapi kawatir bokek dalam sekejap mata. Jadi kami sightseeing aja. Alhasil, setelah lelah sightseeing, makan juga kami di Bebek Garang. Ueenak ya ternyata.
Esok harinya, sekitar jam 10 pagi kami siap jalan-jalan ke Tangkuban Perahu. Mau nya sih gitu, tapi begitu tau jalannya belok - belok dan mesin mobil kayak ngeden (maklum mobil matic) karena sebagian besar jalanannya menanjak, kok saya jadi serem dan takut sendiri ya. Akhirnya saya menyerah dan maksa suami untuk berhenti di Kawah Domas saja.
Kawah Domas masih dalam wilayah Tangkuban Perahu, jadi untuk masuk ke Kawah Domas sebelumnya harus bayar tiket masuk kawasan dulu. Tiap orang dewasa harus membayar tiket sebesar Rp 20.000, dan ada biaya parkir Rp 25.000 untuk mobil. Memasuki Kawah Domas pun kami diminta membayar Rp 100.000 untuk jasa local guide. Menurut petugas loket sih, local guide diwajibkan. Yasudah, kami nurut saja biar selamat.
Ternyata untuk melihat keindahan Kawah Domas butuh perjuangan. Dari pintu loket Kawah Domas ke lokasi kawah sendiri memakan waktu sekitar 30 menit jalan kaki. Tapi tidak untuk guidenya, dia hanya butuh sekitar sepuluh menit dan meninggalkan kami jauh di belakang. Yap... kalau ada yang kecewa dan bertanya-tanya, simpan saja dalam benak supaya gak kena tuntut pencemaran nama baik. Setelah saya perhatikan pun, ternyata banyak kok guide yang menunggu dan menemani turisnya. Jadi ini sih namanya kami lagi apes aja.
Lelah terbayarkan setelah sampai di Kawah Domas. Pemandangannya luar biasa. Happy lah saya. Foto-foto, banyak selfie atau wefie. Sekitar dua puluh menit puas main di kawah, kami memutuskan untuk pergi. Karena saya gak kuat lagi jalan kaki meskipun bisa dibilang jalan-jalan dalam hutan itu sejuk dan menyegarkan (yes, jalanan masuk ke Kawah Domas adalah jalan sempit dalam hutan), akhirnya saya milih naik ojek pangkalan yang memang mangkal di sana. Tukang Ojeknya gak mau ditawar, alsannya jarang-jarang dapet tarikan. Oke lah karena udah capek banget saya sanggupi bayar Rp 50.000 sampai dengan pintu loket kawah Domas. Tapi suami milih untuk tetap jalan. Wuihh salut!👍
Saya sampai duluan di tempat parkir Kawah Domas. Sambil nungguin suami, saya duduk-duduk dalam mobil. Gak nyangka, suami cepet banget sampainya. Katanya, jalan dia memang cepet, cuma kalau sama saya jadi lambat. *langsungnundukmerasapayah 😅
Ketika kami siap-siap mengeluarkan mobil dari parkiran, ada yang bikin saya heran. Guide kami terus berdiri di depan mobil. Kayak lagi nungguin gitu. Saya pikir dengan jasa lokal guide Rp 100.000 dan meninggalkan kami yang gak tahu jalan dan kelelahan, sementara seharusnya dia yang mengarahkan dan menemani, uang sebesar itu saya rasa cukup. But, it's okay I got it. Si Bapak guide masih mengaharapkan tips dan kayaknya agak susah buat mengalah minggir padahal mesin mobil sudah dinyalakan. Yasudah, saya ngalah kasih tips. Mudah-mudahan jadi keberkahan buat saya dan suami. (Aamiin).
Dari Kawah Domas, kami lanjut main-main ke Cikole Jayagiri. Voucher masuknya cuma Rp 15.000 per orang, tapi setelah saya amati ternyata ada yang masuk begitu saja tanpa beli voucher karena pintu masuknya memang tidak dijaga, dan penjualan voucher masuk jauh dari pintu masuknya. Saya pun kemudian menyangka, itu lah alasan kenapa mereka sebut "voucher masuk" bukan "tiket masuk", Meski menurut petugasnya voucher bisa ditukar dengan snack atau minuman, tapi dalam kenyataannya saya gak menemukan ada petugas di booth penukaran voucher. Well, okelah kan cuma Rp 15.000 *sokkayasesekali 😁
Esok harinya, sekitar jam 10 pagi kami siap jalan-jalan ke Tangkuban Perahu. Mau nya sih gitu, tapi begitu tau jalannya belok - belok dan mesin mobil kayak ngeden (maklum mobil matic) karena sebagian besar jalanannya menanjak, kok saya jadi serem dan takut sendiri ya. Akhirnya saya menyerah dan maksa suami untuk berhenti di Kawah Domas saja.
Kawah Domas masih dalam wilayah Tangkuban Perahu, jadi untuk masuk ke Kawah Domas sebelumnya harus bayar tiket masuk kawasan dulu. Tiap orang dewasa harus membayar tiket sebesar Rp 20.000, dan ada biaya parkir Rp 25.000 untuk mobil. Memasuki Kawah Domas pun kami diminta membayar Rp 100.000 untuk jasa local guide. Menurut petugas loket sih, local guide diwajibkan. Yasudah, kami nurut saja biar selamat.
Ternyata untuk melihat keindahan Kawah Domas butuh perjuangan. Dari pintu loket Kawah Domas ke lokasi kawah sendiri memakan waktu sekitar 30 menit jalan kaki. Tapi tidak untuk guidenya, dia hanya butuh sekitar sepuluh menit dan meninggalkan kami jauh di belakang. Yap... kalau ada yang kecewa dan bertanya-tanya, simpan saja dalam benak supaya gak kena tuntut pencemaran nama baik. Setelah saya perhatikan pun, ternyata banyak kok guide yang menunggu dan menemani turisnya. Jadi ini sih namanya kami lagi apes aja.
Lelah terbayarkan setelah sampai di Kawah Domas. Pemandangannya luar biasa. Happy lah saya. Foto-foto, banyak selfie atau wefie. Sekitar dua puluh menit puas main di kawah, kami memutuskan untuk pergi. Karena saya gak kuat lagi jalan kaki meskipun bisa dibilang jalan-jalan dalam hutan itu sejuk dan menyegarkan (yes, jalanan masuk ke Kawah Domas adalah jalan sempit dalam hutan), akhirnya saya milih naik ojek pangkalan yang memang mangkal di sana. Tukang Ojeknya gak mau ditawar, alsannya jarang-jarang dapet tarikan. Oke lah karena udah capek banget saya sanggupi bayar Rp 50.000 sampai dengan pintu loket kawah Domas. Tapi suami milih untuk tetap jalan. Wuihh salut!👍
Saya sampai duluan di tempat parkir Kawah Domas. Sambil nungguin suami, saya duduk-duduk dalam mobil. Gak nyangka, suami cepet banget sampainya. Katanya, jalan dia memang cepet, cuma kalau sama saya jadi lambat. *langsungnundukmerasapayah 😅
Ketika kami siap-siap mengeluarkan mobil dari parkiran, ada yang bikin saya heran. Guide kami terus berdiri di depan mobil. Kayak lagi nungguin gitu. Saya pikir dengan jasa lokal guide Rp 100.000 dan meninggalkan kami yang gak tahu jalan dan kelelahan, sementara seharusnya dia yang mengarahkan dan menemani, uang sebesar itu saya rasa cukup. But, it's okay I got it. Si Bapak guide masih mengaharapkan tips dan kayaknya agak susah buat mengalah minggir padahal mesin mobil sudah dinyalakan. Yasudah, saya ngalah kasih tips. Mudah-mudahan jadi keberkahan buat saya dan suami. (Aamiin).
Dari Kawah Domas, kami lanjut main-main ke Cikole Jayagiri. Voucher masuknya cuma Rp 15.000 per orang, tapi setelah saya amati ternyata ada yang masuk begitu saja tanpa beli voucher karena pintu masuknya memang tidak dijaga, dan penjualan voucher masuk jauh dari pintu masuknya. Saya pun kemudian menyangka, itu lah alasan kenapa mereka sebut "voucher masuk" bukan "tiket masuk", Meski menurut petugasnya voucher bisa ditukar dengan snack atau minuman, tapi dalam kenyataannya saya gak menemukan ada petugas di booth penukaran voucher. Well, okelah kan cuma Rp 15.000 *sokkayasesekali 😁
Cikole Jayagiri sebenarnya menyediakan penginapan, tapi karena tempatnya yang instagramable, pengunjung pun dipersilahkan masuk bagi yang mau sekedar "wisata foto". Kalau saya sama suami sih sekalian makan siang di saung nya. Habis hiking ke Kawah Domas rasanya lapar sekali. Kami pesan paket nasi liwet untuk berdua seharga Rp 90.000. Dan itu enakkk. 😘
Puas main-main di Cikole Jayagiri, kami melanjutkan perjalanan ke Dusun Bambu Leisure Park. Setelah sampai sana, kami baru paham ternyata Dusun Bambu ini luas sekali. Perlu naik semacam odong-odong (tapi lebih keren) untuk ke tiap poin lokasinya. Hanya 2-3 lokasi yang berdekatan saja yang kami kunjungi di sana, biasanya lah buat nikmatin konsep tempat wisata, pemandangan, hawa sejuk, dan yang paling utama foto-foto. 😉
Selesai main di Dusun Bambu, kami pun kembali ke hotel setelah kenyang makan soto betawi di warung tenda dekat-dekat situ. Kenyang dan capek, kombinasi sempurna untuk segera berbaring dan tanpa sadar menggendutkan badan!
Sebenarnya perjalanan ini terkesan terlalu gak bermakna karena kebanyakan cuma buat foto-foto. Tapi buat saya, jelas tidak seperti itu. Jalan-jalan singkat, dekat, dan menyenangkan ini, memang saya tujukan untuk self healing. Stress yang menurut saya sudah mulai naik tingkatannya, sangat menggangu kondisi psikis saya. Gak hanya itu, stress yang sempat saya alami itu sudah sampai bikin sakit kepala dan mudah sekali demam. Well, dengan jalan-jalan yang cuma sebentaran doang itu, ternyata cukup kok untuk mengurangi stress-nya.
Perjalanan ini membuat saya sadar bahwa kita memang butuh refreshing, butuh jalan-jalan, butuh bersenang-senang. Sudah jadi bagian dari kebutuhan manusia yang wajar kalau sesekali kita dituntut untuk melegakan hati dan menenangkan pikiran. That's why I need more traveling. Perjalanan sedekat apapun, sesingkat apapun akan membawa kita pada hal lain di samping rutinitas. And it's good. 'Cause we have to know that what we know it's just a little of any kind of life and the whole world. Don't just focus in the fact of the things that make you down, but let's move on and get lose in another wonderfull side of the life and the world. 😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar